Hambar sekali tanpa Nenek.
- M.Rachman Alghaniy
- Apr 4
- 2 min read

Tahun ini agak sedikir membosankan, aku berada di suasana yang tidak begitu membahagiakan. Tidak bukan hanya aku, melainkan keluargaku.
Nenek dari ibu berpulang di awal tahun ini. Begitu tau nenek sudah tidak baik-baik saja, Ibu pulang ke kampung untuk menengoknya. Hingga akhirnya Nenek berpulang dengan banyak meninggalkan kenangan untukku pribadi.
Ibu tentu menjadi yang paling bersedih. Ibu yang selalu menjunjung Nenek. Selalu memberikan yang terbaik untuknya, membelikan kebutuhannya 5 tahun terakhir ini. Ibu hanya pulang satu tahun sekali namun selalu mengirim rezekinya walaupun tidak seberapa dengan perjuangan nenek. Ibu tahu betul bahwa keluarga di kampung sudah terlalu kerepotan dengan mengurus nenek yang sudah seperti bayi.
Lebaran tahun ini, 1446 H adalah yang paling tidak menarik menurutku. Keluargaku terbilang sederhana, tidak pandai bernostalgia, tidak mudah merangkul keluarga besar. Namun ibu adalah tempat keluarganya berteduh di kota ini. Karena itu ketika nenek berpulang dan membuat ibuku merasa kehilangan, tahun ini begitu membuat keluargaku kehilangan tujuan. Terlalu mudah bagi mereka yang bergantung pada ibuku meminta kebiasaan-kebiasaan kecil yang banyak. Tanpa ada rasa memiliki, membersamai, dan menyayangi hal yang mereka terima selama ini.
Aku tahu, mungkin nenek selama 5 tahun terakhir pun sudah tidak berkontribusi apa-apa. Tidak banyak memberi anak cucunya uang jajan. Tapi kurasa tidak adil baginya jika anak-cucunya hanya memerhatikan urusan mereka sendiri sementara orang yang paling berjasa bagi kehidupan mereka adalah orang tertua di keluarga.
Ibu tidak ingin menjadi orang yang egois, Ibu akan mengupayakan apa saja yang bisa membuat nenek menjadi istimewa.
Bulan Mei nanti adalah hari ke-100 Nenek, Ibu memutuskan untuk tidak pulang lebaran tahun ini karena ingin mengadakan "hajatan" di hari ke-100 nenek.
Disisi lain, karena kami tidak pulang maka kami memutuskan untuk berlibur di hari kedua lebaran, tapi memang sial dan tidak membiasakan berlibur. Liburan rasanya menjadi hal yang sangat disesali oleh kami. Tempat liburan yang memakan banyak waktu dan biaya cukup membuat keluargaku malas untuk berlibur dan itu adalah kebiasaan setiap tahun. Padahal jika melihat liburan lebih luas, yang dilihat dari berlibur bukanlah tempat tujuannya melainkan dengan siapa kita berpergian. Hal yang istimewa ada pada kenangan kita melaluinya dengan siapa.
Yah, begitulah... Keluargaku terlalu sayang untuk membuang ratusan ribu rupiah hanya untuk hal yang sekali dirasakan.
Aku tertimpa musibah ketika pulang dari liburan tersebut. Jatuh dari motor, Cukup keras. Tangan dan kaki kiriku mati rasa. Tapi aku bersyukur dikelilingi oleh banyak orang baik.
Tahun ini memang menjadi yang tidak ramai, tidak seru, bahkan terbilang hambar. Tapi tentu layak disyukuri.
Nenek, tunggu kami menjengukmu. Bukan maksud kami meninggalkanmu di lebaran tahun ini.
Comments